TRANSFORMASI ANGAN AZURITE

| |

-Catatan ini kutulis saat kelas XI semester dua sebagai tugas akhir Bahasa Indonesia. Catatan ini masih mengikuti keadaan saat itu dan dengan sedikit perubahan-

SEMESTER I
Sampai sekolah telat dan bingung mencari kelas, padahal teman-teman yang lain sudah bersiap-siap menuju lapangan untuk upacara. Bertanya dan mencari dimana kelas XI.IPA1 (saat itu sedang digusur ke ruang yang sekarang menjadi ruang musik). Sampai di kelas ngos-ngosan dan bingung mau duduk sebangku dengan siapa. Kutaruh tasku di sembarang meja dan langsung lari ke lapangan. Sampai di lapangan juga bingung, mana barisan XI.IPA1?
Itulah sedikit gambaran hari pertama masuk sekolah di tahun ajaran 2008/2009. Hari pertama menyandang status sebagai anak XI.IPA1. Tidak mencerminkan awal yang baik.
Hari itu aku duduk sebangku dengan Yosika. Saat kelas satu, aku sebangku dengan TC, tapi hari itu TC terlihat asyik dengan AT. Tetapi, hari berikutnya akhirnya TC duduk denganku. Saat itu ku rasa tidak ada masalah.
Saat pertama kali menjadi warga XI.IPA1 (saat itu belum mempunyai nama), terasa aura yang lain dari kelas X.1 dulu. Aku merasakan aura persaingan yang begitu kuat. Tapi, ku menghibur diri dengan mengatakan, “Itu hanya perasaanku saja!”. Seiring waktu berlalu, ternyata kata-kata penghibur itu tidak berpengaruh lagi karena memang persaingan di XI.IPA1 dari hari ke hari semakin terasa. Penghiburku saat itu (sampai saat ini) hanya teman-teman terbaikku. Saat ku lewati minggu-minggu pertama di kelas ini, aku sudah merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan teman-teman lain. Apalagi, semakin hari ku berangkat sekolah, ku semakin merasa menjadi anak yang paling bodoh di XI.IPA1. Nilai ulangan-ulanganku di semester pertama sangat menghebohkan jeleknya. Bayangkan saja, ulangan matematika pertama (bab trigonogini, maksudnya trigonometri) aku mendapat nilai terjelek se-IPA1. Beruntung nilai fisika dan kimia pas-pasan. Itu untuk ulangan pertama. Ulangan selanjutnya tak jauh berbeda bahkan hingga akhir semester, semua nilai ulangan fisika dan matematika selalu remidi. Mulai saat itu ku merasa berhitung menjadi aktivitas yang tak ku kuasai dan aku tidak pandai dalam hal hitung menghitung. Padahal saat SMP, ku merasa matematika dan fisika tidak serumit sekarang. Sebenarnya hal itu sudah kusadari sejak akhir kelas X. Nilai IPS ku jauh lebih bagus dari nilai IPA. Bahkan sempat terpikir dalam otakku, apa ku masuk jurusan IPS saja.
Menyadari bahwa aku tidak pandai berhitung dan lebih menguasai hafalan, aku menjadi lebih suka dengan pelajaran biologi. Selain itu, aku juga mulai suka dengan dunia farmasi (walaupun belum terlalu mengerti) dan bercita-cita untuk menjadi apoteker. Saat ada seleksi untuk lomba mapel biologi, aku ikut. Namun, karena kurang persiapan, aku tidak lolos.
Di tengah perjalanan, aku mulai putus asa. Aku mempunyai firasat bahwa nilaiku akan mengecewakan orang tuaku. Ku akan mendapat rangking terakhir di Metana (saat itu XI.IPA1 sudah bernama) .Kuceritakan semua masalah itu kepada kakakku (bukan kakak kandung). Beruntung dia menyemangati aku dan mengatakan bahwa masih ada kesempatan di ulangan semester. Dia juga memberikan kata bijaksana, yaitu ”Jangan tangisi tenggelamnya mentari di ufuk barat karena air mata takkan membiarkan mata ini melihat indahnya bintang gemintang ”.
Mulai saat itu, aku mulai bersemangat untuk menghadapi ulangan semester. Semangatku disini bukan dengan menyicil materi. Tetapi dengan ‘nglembur’ memahami materi, terutama matematika dan fisika. Akhirnya, saat hasil ulangan semester fisika dipampang (saat itu hanya Ari dan Ferry yang tidak remidi dari 160 anak IPA), aku mendapat nilai 63 dari nilai tertinggi 78. Nilai matematikaku mendapat hasil yang cukup lumayan walaupun masih remidi. Kurasa hasil tersebut seimbang dengan kerja keras dan kemampuan otakku saat itu.
Saat pembagian rapor, aku tidak tahu secara langsung hasilnya karena mengikuti pelantikan pramuka penegak bantara di Buper Widoro. Aku hanya mendapat sms dari temanku, Ani, yang mengatakan bahwa aku mendapat rangking 10. Tadinya prediksiku rangking 40, tetapi kenyataannya meleset jauh dari prediksi. Berita yang mengejutkan bagiku saat itu. Bersyukur. Hal itu yang kupikirkan saat itu dan memang benar adanya apa yang dikatakan banyak orang bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.
Di sisi lain, sebenarnya banyak masalah yang kualami di Metana. Awalnya ku merasa stress dengan semua masalah itu, tetapi selanjutnya teman-teman dan kakak-kakakku mengyemangati aku serta menyadari aku bahwa tidak ada yang sia-sia di dunia ini. Setelah kulewati semua, ternyata benar, semua masalah mengiringi kedewasaanku dan mengajarkanku untuk berfikir.
Kebanyakan masalah yang diujikan Allah untukku selama satu tahun terakhir ini adalah dari organisasi yang aku ikuti dan pada akhirnya berimbas pada orangtuaku. Dari banyak masalah organisasi, ternyata masalah dari Rohis-lah yang berada pada beringkat terbanyak.
Hal pertama yang kurasa sebagai masalah besar pada awal kelas XI adalah masalah di organisasi Rohis. Dalam organisasi keagamaan ini, aku diamanahkan sebagai wakil ketua akhwat untuk masa bakti 2008/2009. Saat pertama kujalani tugas ini terasa biasa-biasa saja. Namun, semua berubah saat menjelang Ramadhan 2008, saat Rohis akan mengadakan kegiatan di bulan suci. Mulai saat inilah masalah bermunculan, mulai dari degredasi moral perngurus rohis, koordinasi yang kurang antar pengurus, sampai kabar tentang icon organisasi yang memalukan. Jika dikira masalah ini kecil, kurasa tidak karena masalah ini sampai menyeret alumnus untuk menyelesaikannya. Alumnus ini pun bukan hanya yang ada di kota Kebumen, tetapi juga dari luar Kebumen yang tergabung dalam FORMEN (Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Kebumen). Aku sendiri pun merasakan begitu melelahkannya masalah ini. Sampai-sampai aku pernah menyatakan untuk keluar dari kepengurusan Rohis. Akan tetapi, terasa berat melakukan itu setelah ku ingat teman-teman dan orang-orang di sekitarku yang telah mempercayaiku. Kusadari bahwa masalah ini hanya masalah kecil, tidak sebesar masalah yang dihadapi oleh saudara-saudara yang lebih tak beruntung dariku. Tak terasa,ternyata semuanya berlalu dan kudapat banyak pelajaran. Diantarnya adalah bahwa tidak ada yang sia-sia di dunia ini. Allah tidak selalu memberikan apa-apa yang kita mau, tetapi Allah memberikan semua yang kita butuhkan. Walaupun kadang itu pahit, tapi tak diragukan lagi, rencana-Nya selalu indah.
Dalam organisasi yang unik ini, aku juga belajar untuk menjadikan diri ini pribadi yang selalu lebih baik. Yang pasti, ku belajar lebih banyak dari sebelumnya tentang agama. Selain itu, aku juga tertantang untuk tetap menjaga hati, pikiran, serta sikap. Setelah kujalani, ternyata semuanya terasa begitu indah. Walaupun aku masih belum bisa menjaga semuanya, terutama emosiku. Buktinya saat rapat Rohis, pasti emosiku selalu naik bila ada hal yang tak beres. Selain itu, di Rohis aku juga mendapat gelar sebagai “akhwat cerewet”. Gelar ini akan selalu kuingat mungkin sampai aku tua.
Selain itu, di Rohis ini aku juga bertemu dengan teman-teman yang menurutku “keren” (yang akhwat maksudnya..). Tidak hanya teman satu angkatan, tetapi juga kakak kelas dan alumnus. Prestasi dan kesholehan mereka membuatku iri. Hal ini tentunya membuatku bersemangat untuk terus belajar dan berjuang. Rohis juga mengajarkanku manajemen organisasi. Bagaiman harus menerima orang lain dan menyatukan perbedaan. Benar-benar pelajaran berharga.
Organisasi selanjutnya yang mengajarkanku hidup adalah Pramuka. Untuk tahun ini, aku bertugas sebagai salah satu Dewan Ambalan. Keadaan ini berbeda dari satu tahun yang lalu saat masih menjadi adik. Saat menjadi adik, -jujur saja- aku sering berfikir bahwa menjadi kakak itu enak, tidak perlu belajar, tinggal evaluasi dan bentak-bentak, sukanya menyuruh ini itu. Namun, setelah kujalani menjadi Dewan Ambalan, aku malah merasa bersalah karena telah berprasangka buruk terhadap Kakak-kakak DA-ku dulu. Ternyata menjadi Kakak DA tidak seringan yang kubayangkan. Tugas Kakak lebih berat,terutama untuk menyiapkan suatu acara besar, tanggungjawabnya besar dan harus siap dengan segala risiko. Walaupun begitu, Scout ADISA benar-benar membuatku membuka mata. Ternyata organisasi seperti ini dan ini. Koordinasi dalam organisasi ini aku rasa sangat bagus. Walaupun ku bukan ‘manusia penting’ dan kadang ku merasa tidak dianggap dalam organisasi ini, tetapi aku mendapatkan begitu banyak pelajaran. Yang pertama, koordinasi merupakan parameter bagus tidaknya suatu organisasi. Yang kedua, dalam hidup kita harus lebih menghargai serta membantu orang lain. Yang ketiga, menjadi bagian dari kaum tersisih tidak akan terjadi bila diri ini selalu aktif dan yang keempat, untuk menemukan sutu pengalaman baru terkadang harus melakukan hal-hal yang membutuhkan pengorbanan besar. Mungkin jika dikiaskan dengan ilmu fisika, maka input sama dengan output.
FORSAS (Forum Silaturahmi Rohis Antar SMA) Kebumen juga merupakan organisasi yang mengajarkanku bagaimana berfikir dewasa. Organisasi yang beranggotakan SMA-SMA di Kebumen ini (walaupun belum semua SMA di Kebumen) memperluas pergaulanku. Mungki untuk tahun ini FORSAS tidak tampak aktif. Ada banyak hal yang membuat keadaan FORSAS seperti sekarang ini. Salah satunya adalah koordinasi yang sulit dilakukan (ternyata benar adanya pelajaran yang aku terima dari Pramuka). Pelajaran yang kudapat dari oraganisasi satu ini diantaranya adalah kekompakan harus tetap dijaga demi hidupnya suatu organisasi. Terdengar biasa memang, tetapi jika tidak begitu, maka semuanya akan percuma.
PKS (Patroli Keamanan Sekolah) dan KIR (Kelompok Ilmiah Remaja). Itulah dua organisasi yang jarang aku urus. Pertemuan harian jarang kuikuti karena berbenturan dengan kegiatan lain, seperti les fisika. Lagi lagi di dua organisasi ini aku juga tidak termasuk ‘manusia penting’. Namun, pelajaran dari semua itu adalah bukan seberapa penting kedudukan diri, tetapi seberapa banyak kontribusi yang telah kita berikan. Jadi, kontribusi berbanding lurus terhadap seberapa penting (berguna) diri ini. Disini juga berlaku output sama dengan input. Hal inilah yang masih terus menguatkanku untuk tetap menjadi orang yang berguna bagi orang lain.
Banyaknya organisasi yang aku ikuti tidak selalu memberikan pelajaran secara langsung kepdaku. Namun, ada pula yang melalui perantara orangtuaku. Banyaknya kegiatan dalam organisasi sering menuntutku untuk pulang sore dan tidak di rumah saat hari libur. Tak jarang membuat ibuku mengeluh padaku karena aku jarang membantu ibu. Pada saat itulah aku merasa bersalah. Saat itu juga aku merasa amat bodoh. Ku terlalu sibuk dengan urusanku sendiri sampai-sampai keluarga tak ku sapa. Namun, bagaimana lagi? Amanahku cukup menguras perhatianku. Melalui masalah inilah kadang aku berfikir bahwa Allah akan mengajarkanku bagaimana memenej semuanya dengan baik agar semuanya seimbang. Sampai kini pun aku masih belajar untuk hal itu.
Selain itu, diam-diam keluargaku juga cukup khawatir dengan kedaanku. Dengan perubahanku ketika menjadi pengurus rohis yang menjadikanku tahu dari tidak tahu ternyata membuat orangtuaku berfikir macam-macam. Mulai dari ukuran jilbabku yang berbeda dari sebelumnya, dari adanya kaos kaki di kakiku saat akan pergi, serta dari rapat-rapat rohis dan kajian Jumat di mushalla yang biasa diadakan, semuanya membuat orangtuaku takut jika suatu nanti aku menjadi salah satu anggota dari Islam yang beraliran ‘ekstrem’ (maaf-gambaran ekstrem orangtuaku disini adalah orang yang memakai cadar dan berjubah lebar gelap). Sampai-sampai keluargaku memberi ultimatum kepadaku, yaitu jika suatu saat aku sampai memakai cadar, maka namaku akan dihapus dari daftar keluargaku dengan segala konsekuensinya. Setiap akan pergi (baik mengerjakan tugas atau rapat), ibuku selalu mengingatkanku akan ultimatum itu. Ini pertanda untukku lebih berhati-hati dalam bergaul.

SEMESTER II
Di semester dua ini, aku mendapat lebih banyak pelajaran hidup yang unik dalam jalanku mengejar cita-cita daripada dari organisasi (semester dua organisasi tidak begitu aktif). Dalam mengejar cita-cita itupun tidak hanya masalah pelajaran, tetapi juga masalah pertemanan bahkan mungkin persahabatan. Di semester ini, aku baru menemukan adanya masalah dalam hubunganku dengan teman sebangkuku. Saat ini, Tiara lebih dekat dengan Tami daripada denganku. Terkadang aku di’kacangi’ oleh mereka. Tapi aku terima itu karena kau merasa bersalah dulu telah ‘memisahkan mereka’. Saat hari kedua mendapat status sebagai warga Metana. Aku merasa sebagai penghalang antara mereka. Maafkan aku Tiara, Tami. Setelah itu aku merasa sudah tidak memiliki teman. Namun, Ani dan Laeli tetap menemaniku. Terimakasih kawan.
Berlanjut ke masalah pelajaran di semester dua. Ternyata, keadaan Metana pun sudah berubah. Aura persaingan sudah tidak terlalu terasa. Ku merasa Metana sudah semakin kompak (walaupun belum sekompak Brownies dulu), apalagi setelah selesai drama –Terima kasih, bu….- dan adanya musuh bersama dari dalam, mengikuti pelajaran di Metana sudah tidak setegang dulu (walaupun tetap sport jantung saat pelajaran matematika).
Di sela-sela kehidupan Metana yang makin membaik, diam-diam hati kecilku pun bersuara, “AYO!! HARUS LEBIH BAIK!!”. Setelah saat itupun aku berusaha untuk mendengar hati kecilku. Banyak langkah yang kulakukan untuk malakukan transformasi dalam hidup.
Langkah pertama adalah melihat diriku sendiri dulu. Setelah mengkaji dari pengalaman dan kebiasaan selama satu tahun, kini aku sadar bahwa aku adalah orang yang suka menunda pekerjaan dan lebih memilih ‘nglembur’ daripada ‘nyicil’ (termasuk dalam mengerjakan tugas ini). Pertamanya aku merasa biasa dengan hal ini, tetapi kemudian aku sadar bahwa tidak selamanya hidup harus seperti ini. Aku ingin berubah. Hai ini aku rasakan setelah aku merasakan nikmat dan tenangnya ‘nyicil’. Namun, sampai saat inipun aku masih merasa sulit. Hanya usaha yang bisa aku lakukan dan berharap semuanya bisa berubah lebih baik. Aku juga tidak mau kalah dengan teman-teman lain.
Langkah selanjutnya adalah memanfaatkan kesempatan. Ya. Langkah konkrit yang aku lakukan adalah dengan mengikuti seleksi olimpiade kebumian. Saat itu sebenarnya aku masih asing dengan kebumian. Dengan bekal ingin coba-coba dan memang aku suka dengan geografi yang berhubungan dengan bumi, aku nekad mengikuti seleksi. Saat itu aku hanya membaca materi dari buku geografi kelas X dan buku jadul Geografi Fisik yang kupinjam di perpus. Sebenarnya, salah satu syarat untuk mengikuti olimpiade kebumian adalah nilai fisika dan matematika harus bagus, makannya anak IPS tidak diikutkan dalam olimpiade ini (sebenarnya tidak adil). Saat tahu syarat ini, aku sempat kaget karena ya... bisa ditebak bagaimana nilai fisikaku. Namun, tetap maju tak gentar. Akhirnya aku mengikuti seleksi dan tak disangka, aku lolos seleksi sekolah. Pertamanya dipilih lima besar dan ternyata aku mendapat urutan pertama. Lalu seleksi lagi menjadi tiga besar untuk mewakili sekolah menuju Olimpiade Sains Kabupaten (OSK) aku juga mendapat peringkat pertama, tetapi saat OSK, alhamdulillah aku mendapat juara dua (walaupun terlihat menurun dari sebelumnya, tapi tetap semangat!!).
Dari kebumian ini aku mendapat banyak pelajaran. Aku seakan menjadi teman dari bebatuan dan mineral. Di tengah perjalananku mempelajari kebumian, aku menemukan suatu kata yang unik dan menurutku bermakna, yaitu AZURITE. Sebenarnya azurite adalah suatu pigmen penyusun warna biru yang sangat indah pada mineral dan biasanya digunakan dalam pembuatan perhiasan(-diketahui lebih lanjut bahwa azurite adalah nama salah satu mineral yang berwarna biru-). Mengapa bagiku unik? Karena yang pertama memang aku menyukai warna biru dan warna biru bagiku menyejukkan dan melambangkan kedamaian. Diriku pun ingin selalu memberi kesejukan dan mengajak perdamaian bagi orang lain (walaupun amat sulit). Selain itu, nama azurite juga terdengar unik dan indah di telingaku. Kini, azurite juga aku pakai sebagai nama pena dan nama perusahaanku (perusahaan?). Semoga bisa memberi manfaat bagi semuanya. Amin.
Lalu, bagaimana dengan farmasi? Tetap menjadi salah satu yang kusuka, tetapi untuk sekarang ini kedaan menuntutku untuk meninggalkannya. Bahkan untuk aku juga mulai menyukai meteorologi. Farmasi, maafkan atas ketidaksetiaanku. Biarkan semua berjalan menuju yang terbaik. Untuk saat ini, aku akan jalani hidup dengan ‘azurite’, bukan bersamamu. Semoga tranformasi ini memberiku kehidupan yang lebih baik. Amin ya Alloh.


Setengah tahun kemudian...
Semua telah berubah...dan perubahan itu mungkin sudah teman-teman tahu, klo ada yang beum tau, ga tau juga ga papa...Mohon doanya biar bisa ikut mewakili Indonesia untuk IESO 2010.
Dan kini,farmasi sudah terhapus dari daftar masa depanku, GEOLOGI lah yang akan menemani masa depanku (Insya ALLAH)..amin...
S1 di Indonesia dan S2 di Jepang (amin...) semoga diri yang “kecil” ini bisa banyak bermanfaat bagi orang lain.amin...(lagi)

Notes:
_terimakasi banyak Bu Tuti..klo ga ada tugas dari ibu waktu itu,mungkin catatan (yang g bagus) ini g ada.
_terimakasih teman2 METANA+BROWNIES+EXTRON ICE..love u all..
_untuk TC, sahabatku, kita ketemu di Jepang 4 tahun lagi ya, jangan lupa pake batik+klo kamu dah punya anak, klo cowo, dipakein blangkon ya...klo cwe,dipakein baju batik aja..heee
_buat adek2 pengurus rohis, keep istiqomah ya...ikhlas cz ALLAH akan terasa ringan dan pada akhirnya akan tersa indah...
_buat yang ikut olimpiade,Nothing Impossible..you think can, you can!!!
_terimakasih teman-temanku semua^^ hanya ingin berbagi cerita..

0 komentar:

Posting Komentar

.